Minggu, 18 Desember 2011

Drama Anak


NASKAH DRAMA PROSA ANAK
CINDELARAS
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Seni Tari dan Drama
Dosen Pengampu: Drs. M. Ismail, S.Pd
Description: E:\Picture\logo uns\UNS..jpg
Disusun oleh:
Burhanuddin
K7108105/ 7B
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
CINDELARAS
Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri bernama Dewi Limaran yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri. “Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri,” pikirnya.
Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. “Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku.” Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras. “Hamba menghadap paduka,” kata Cindelaras dengan santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,” pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda.”
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan kesalahan,” kata Baginda Raden Putra. “Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,” lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
http://legendakita.wordpress.com/2008/09/03/cindelaras/  diakses pada Minggu, 11 Desember 2011 Pukul 09.00 WIB


NASKAH DRAMA
Dahulu kala di sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Jenggala hiduplah seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk kepada permaisuri.
Selir
:
Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari  akal untuk menyingkirkan permaisuri.
(Pikirnya dengan raut wajah penuh kebencian kebencian)
Tidak lama, ia kemudian menemui tabib istana.

Selir
:
Tabib… Engkau harus membantuku?
(Dengan memaksa, selir meminta bantuan Tabib)
Tabib
:
Apa yang bisa saya bantu Selir?
(Sembari menundukkan wajah)
Selir
:
Aku mempunyai rencana untuk menyingkirkan permaisuri dari kerajaan ini.
(Dengan suara yang lirih dan bernada kebencian)
Tabib
:
Apakah selir yakin ingin melakukannya?
(Raut muka penuh tanya)
Selir
:
Iya, aku yakin.
(Jawab selir dengan penuh keyakinan)
Tabib
:
Lalu apa yang bisa saya lakukan?
(Dengan raut muka penasaran)
Selir
:
Aku akan berpura-pura sakit parah kemudian aku akan memanggilmu dan engkau harus mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minumanku yaitu permaisuri.
(Sembari berbisik, Selir menyampaikan rencana jahatnya)
Tabib
:
Baiklah, saya akan membantu Selir.
(Tabib menundukkan kepala sebagai tanda sedia untuk membantu selir)

Tidak lama kemudian, Selir menjalankan rencana jahatnya.

Selir
:
Raja, badanku terasa tidak enak. Enggan rasanya tubuh ini untuk bangkit dari tempat tidur.
Aduh……
(Selir berbaring dan berpura-pura meringih kesakitan)
Raja
:
Apa yang terjadi padamu Selir?
(Dengan raut wajah penuh kasihan)
Selir
:
Aku tidak tahu, tapi rasanya sakit sekali.
(Selir masih berbaring dan berpura-pura meringih kesakitan)
Raja
:
Pengawal, panggil tabib istana!
(Dengan suara lantang, Raja memerintah pengawal)
Pengawal
:
Baik raja.
(Dengan menundukkan kepala)

Tidak lama, tabib istana datang dan memeriksa keadaan Selir.

Raja
:
Tabib, apa yang terjadi pada Selir?
(Raut muka khawatir mengiringi pertanyaan raja)
Tabib
:
Ada seseorang yang telah meracuni minuman Selir. Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri, Dewi Limaran.
(Dengan wajah yakin untuk mempengaruhi Raja)
Raja
:
Apa….? Tidak kusangka permaisuriku mempunyai perangai yang keji.
(Raja berteriak heran)

Tidak lama kemudian raja memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.

Raja
:
Patih, buang permaisuri jahat ini ke hutan!
(Dengan raut wajah penuh kebencian)
Patih
:
Siap Baginda.
(Sembari menundukkan kepala)
Permaisuri
:
Jangan baginda, hamba tidak tahu apa-apa. Hamba tidak pernah berusaha meracuni Selir.
(Permaisuri diseret oleh patih, dan memohon kepada Raja dengan suara memelas)
Raja
:
Dasar permaisuri tidak tahu diri, enyahkau dari kerajaanku.
(Sembari mengacungkan jarinya)

Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda.

Patih
:
Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh
Permaisuri
:
Terima kasih Patih.
(sembari tersedu-sedu)
Patih kemudian kembali ke istana dan menemui Raja.
Raja
:
Patih, apakah engkau telah melaksanakan apa yang aku perintahkan?
(Kedua tangan di pinggang)
Patih
:
Iya Baginda Raja, saya telah menjalankan tugas dari Baginda.
(Berlutut di hadapan raja)

Raja
:
Bagus…bagus…
(Raut wajah puas dari raja)

Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur.

Cindelaras
:
Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku.
(Dengan raut wajah bahagia)

Setelah 3 minggu, telur itu menetas tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan

Ayam
:
Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…
(Dengan suara yang nyaring dan indah)
Cindelaras
:
Apa…. Ayam ini berkokok aneh sekali.
(Raut wajah heran dan merasa takjub)
Cidelaras
:
Ibu, ayamku berkokok aneh sekali. Ia mengatakan bahwa kau adalah putra dari Raden Putra. Apakah benar yang dikatakan ayamku?
(dengan wajah penuh tanya)
Permaisuri
:
Benar anakku, kau adalah putra dari Raden Putra, Raja Kerajaan Jenggala.
(Sembari memeluk Cindelaras)

Cidelaras
:
Kalau begitu, ijinkanlah aku pergi ke istana untuk menemui ayah.
(Cindelaras memohon pada ibunya)
Permaisuri
:
Baiklah anakku, ibu memberi ijin padamu.

Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.

Penyabung
:
Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku.
(Sembari melambaikan tangan memanggil Cindelaras)
Cindelaras
:
Baiklah
(berjalan menghampiri para penyabung ayam)

Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras.

Cindelaras
:
Hamba menghadap paduka.
(Sembari berlutut memberi hormat)
Raja
:
Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata
(Pikir raja dengan perasaan penuh tanda tanya)
Raja
:
Aku dengar ayammu sangat tangguh, sekarang aku akan mengujinya sendiri.
(Kedua tangan ada di pinggang)
Cindelaras
:
Baiklah kalau baginda menghendaki seperti itu, tapi saya mengajukan satu syarat. Jika ayamku kalah maka aku bersedia kepalaku dipancung, tetapi jika ayamku menang maka setengah kekayaan Baginda menjadi milikku.
(Dengan suara penuh keyakinan)

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja

Raja
:
Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?
(Perasaan kecewa dan penuh tanda tanya)
Cindelaras
:
Ayo ayamku berkokoklah!
(membungkuk dan membisikkan sesuatu pada ayamnya)
Ayam
:
Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…
(Dengan suara yang nyaring)
Raja
:
Benarkah itu?
(Kaget dan tidak percaya)
Cindelaras
:
Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda
(Dengan suara yang halus)

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri

Patih
:
Apa yang dikatakan anak ini benar Baginda Raja.
(Berlutut dan menyampaikan apa yang diketahuinya)
Raja
:
Aku telah melakukan kesalahan
(Menundukkan kepala dan menyesali apa yang telah ia lakukan)
Raja
:
Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku. Aku akan buang dia ke hutan.
(raut wajah masam dan geram)
Raja
:
Anakku…maafkan semua kesalahan ayahmu ini.
(Sembari memeluk Cindelaras)
Cindelaras
:
Iya ayah, tidak apa-apa.
(Sembari memeluk raja)

Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar